Perkembangan dunia digital telah memberikan inspirasi pada perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Jaman ini adalah jaman digital. Jaman digital ini telah mampu mengubah bagaimana orang berkomunikasi satu sama lain yang jauh sangat berbeda dari cara komunikasi konvensional. Perkembangan dunia digital yang telah menjadi bagian gaya hidup semua usia mengispirasi Dekan FKIP UNISMA (Dr. Hasan Busri, M.Pd.), dan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (Dr. Achmad Tabrani, M.Pd.) untuk menyelenggarakan seminar nasional.
Seminar nasional yang diselenggarakan tadi pagi (21/11) digelar bersama S1 dan S2 Prodi PBSI UNISMA dengan mengambil tema “Tantangan Bahasa dan Sastra Indonesia Generasi Milenial”. Dua pakar yang sengaja dihadirkan sebagai pembicara, Jamal D. Rahman dan Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., mampu membius para peserta, sehingga mereka mendengarkan secara seksama uraian demi uraian sang penyaji. Pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh para peserta, ada yang optimis dan ada yang pesimis. Yang pesimis merasa ketakukan dengan abad digital, dan bertanya bagaimana cara menghindar dari pengaruh era digital, yang tak mungkin dapat dihindari.
Acara seminar nasional yang dimoderatori oleh Dr. Achmad Tabrani, M.Pd. berjalan lancar dan penuh semangat, bahkan serius dan canda terus mewarnai perjalanan seminar sejak awal hingga akhir. Suasana seminar nasional semacam itu membangun keinginan bagi para peserta untuk digelar seminar-seminar berikutnya dengan tema yang bervariasi, tentunya.
Hal yang mungkin menjadi renungan bagi kita adalah komentar salah seorang penanya yang menyampaikan bahwa sebagian murid sekarang ini lebih senang mengikuti pesan-pesan yang disampaikan lewat WA daripada melalui buku-buku yang biasa dibaca sejak tempo dulu. Bahkan pesan-pesan yang disampaikan melalui WA seolah tidak mengenal etika, atau memang tidak etis, sehingga muncullan peraturan-perturan cara menghubungi (berkomunikasi) dengan guru atau dosen melalui “benda ajaib” seperti “smartphone” dan “tablet”. Ini menandakan bahwa jaman sudah berubah, dan semua guru/dosen mau tidak mau atau senang tidak senang harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi serta menerapkannya dalam pembelajaran, atau ditinggalkan oleh para murid/mahasiswa dengan ungkapan “Pak guru/dosen gaptek. Sekolahku/kampusku ketinggalan jaman”. (ra)